Kamu pernah enggak sih terdiam dan berhenti sejenak dari apa yang sedang kamu lakukan, selesaikan, atau perjuangkan saat ini lalu bertanya pada diri, “Aku tuh ngapain sih sebenarnya? Apa tujuanku melakukan semua ini?” Kalau belum, cobalah lebih peka terhadap hidupmu. Kalau sudah, it’s a good started, tapi pertanyaan selanjutnya adalah apa yang kemudian menjadi jawabanmu atas pertanyaan itu? Iya, apa yang selama ini menjadi tujuanmu dalam melakukan sesuatu?
Anyway, jika saya bercerita tentang sesuatu yang ingin saya lakukan kepada keluarga dan orang-orang terdekat, mereka seringkali mempertanyakan alasan. Mereka bertanya hal-hal yang sangat mendasar tentang misalnya mengapa saya menulis buku, mengapa saya ingin sekolah, mengapa saya ikut ini dan itu atau membuat ini dan itu, mengapa saya mau memperjuangkan ini dan itu, dan seterusnya. Awalnya saya kesal, “Apaan sih kok ribet amat?” apalagi kalau setelah pertanyaannya dijawab eh malah memunculkan anak-anak pertanyaan yang lain (biasanya ditanya terus sampai jelas kalau jawaban saya masih unclear, hmm~). Ibu bahkan pernah tegas mengatakan, “Kalau di hadapan Ibu aja kamu enggak bisa jawab, gimana nanti kamu bisa mempertanggungjawabkan hal ini di hadapan Allah?” Duh! Mau nangis rasanya~ Tapi sekarang saya sadar, cara itu mendidik saya untu berpikir kritis, tidak hanya ikut-ikutan dengan apa yang dilakukan orang lain, dan berani bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan atau diputuskan. Hal ini tentu menantang dan perlu banyak pembiasaan. Sejujurnya, sampai sekarang pun saya masih tertatih-tatih untuk belajar agar segala yang saya lakukan atau putuskan tujuannya jelas sejak awal. Bicara tentang tujuan, pekan lalu saya belajar sesuatu dari sosok bernama Simon Sinek. Beliau menulis sebuah buku yang judulnya saya pakai untuk judul surat pagi ini, Start with Why. Saya belum baca bukunya (semoga nemu di BBW Bandung nanti, hihi), tapi saya mencoba memahami pemikirannya melalui startwithwhy.comdan video berjudul “How Great Leaders Inspire Action” di Ted. “The why can guide us to act with purpose, on purpose.” begitulah kata Simon Sinek
0 Comments
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sebelumnya mohon maaf ya sister, Monday Love Letter dari saya baru bisa dikirim Selasa pagi dikarenakan malam tadi jatah kirim email per harinya sudah melebihi batas yang disediakan oleh layanan email marketing yang kami gunakan. Semalam kami cukup panik karena email yang sudah disiapkan ternyata tidak bisa dikirim, tapi juga bahagia di saat yang sama karena jumlah sisters of Deen yang bergabung semakin banyak. Untukmu yang baru saja bergabung, selamat datang ya, sister!
Bagaimana kabarmu selama sepekan kemarin? Bisa jadi banyak ups and downs-nya ya, tapi percayalah, di setiap takdir dari-Nya, Allah sedang menyiapkan hikmah terbaik untuk kita. Persoalan selanjutnya adalah apakah kita cukup peka untuk menangkap hikmah itu. Semangat ya! Anyway, kamu suka nggak sih berselancar di media sosial? Biasanya apa yang dilihat atau ditonton? Hari gini, siapa sih ya nggak suka buka sosmed. Saya juga suka soalnya. Hehe. Saya selalu meluangkan waktu setiap harinya untuk setidaknya mengintip dunia maya. Baik itu membuka instagram, menonton youtube, atau membaca blog orang lain. Dulu sih, buka sosmed untuk sekedar mengisi waktu luang, tapi biasanya malah jadi keterusan. Hehe. Jadi sebulan ke belakang saya sudah mulai mengurangi intensitas berselancar dunia maya dan hanya melihat hal-hal yang bermanfaat saja. Saya mulai mengalihkan fungsi media sosial yang awalnya digunakan sebagai hiburan saja, menjadi tempat untuk saya mencari informasi, serta membaca atau membagi sesuatu yang positif. Tapi sebenarnya bukan tentang sosmednya yang ingin saya bahas, melainkan tentang konten yang biasanya kita nikmati. Akhir-akhir ini, saya sedang suka dengan video-video yang berisi wawancara orang-orang yang sukses di bidangnya. Tidak hanya itu, saya juga suka membaca caption-caption instagram yang isinya berisi kisah inspiratif dari pemilik akun yang bersangkutan. Saya juga sangat menikmati membaca beberapa blog inspiratif yang saya follow karena bisa membuka sudut pandang saya dan seringkali saya mendapat banyak ilmu dari sana. Hal-hal tersebut saya lakukan, karena saya percaya, kesuksesan setiap orang itu pasti berawal dari mindsetnya. Dan konten-konten yang menginspirasi saya adalah konten yang berhasil mengubah mindset saya menjadi lebih baik. Jadi jika kita ingin menjadi penulis yang sukses, coba deh, tonton atau baca kisah-kisah penulis sukses dan temukan bagaimana cara dia berpikir. Jika ingin menjadi pebisnis sukses, cari tahu kisah sukses mereka dan "curi" bagaimana mindset orang tersebut. Melihat judul surat ini, mungkin kalian akan terasosiasi dengan mengingat sebuah judul film yang baru-baru ini ramai diperbincangkan di kancah film nasional. Hmm, tapi enggak kok, saya tidak akan menceritakan tentang film itu (karena sebenarnya saya juga belum nonton, hihihi). Saya akan membicarakan tentang satu hal paling penting di hidup kita, which is itu adalah harta kita yang paling berharga. Apakah itu?
Sebelumnya, saya ingin mengutip dulu sebuah quotes yang beberapa tahun lalu saya temukan di dashboard biru dongker Tumblr, “Jika teman-temanmu adalah para pencari harta, kemungkinan kamu akan melihat hidup melalui spektrum kekayaan. Jika teman-temanmu adalah para pencari ilmu, kemungkinan kamu akan melihat hidup melalui spektrum pengetahuan. Jika teman-temanmu adalah para pencari hikmah, kemungkinan kamu akan melihat hidup melalui spektrum kebijaksaan.” – Yasir MukhtarHmm, diantara ketiga di atas, kamu (dan teman-temanmu) yang mana? Menurutmu, apa harta yang paling berharga dalam kehidupan seorang manusia? Apakah ia adalah tahta, keluarga, pekerjaan, ilmu, karya, atau … bisakah kamu menyebutkannya? Sebagian besar orang-orang di masyarakat kita, entah bagaimana, memang seringkali mengasosiasikan harta dengan sesuatu yang ternilai dan terlihat bentuknya. Dari sanalah kemudian muncul asumsi bahwa orang kaya adalah mereka yang punya banyak harta. Tapi, harta apa sebenarnya yang dimaksud? Bicara soal harta yang paling berharga, saya pernah mendapat satu pelajaran berharga dari seorang sahabat. Di pertengahan Februari 2018 lalu, rumahnya yang berada di kawasan Ujung Berung Bandung tiba-tiba saja dihadang oleh banjir bandang. Tanggul yang berada di sekitar kawasan itu jebol sehingga airnya tumpah ke jalan dan merendam sebagian besar kawasan. Rumah sahabat saya itu berada di tempat yang landai sehingga tumpahlah semua air kesana. Rumah-rumah di sekitarnya hancur, beberapa orang meninggal dan anak-anak kecil pun mengalami trauma. Subhanallah. Dua minggu kemudian setelah sahabat saya dan keluarganya mulai beraktivitas kembali seperti biasa, saya bertemu dengan mereka dan mendapat cerita secara langsung tentang kejadian banjir yang dialaminya itu. Beberapa kali saya menarik napas panjang, tak terbayangkan rasanya jika saya yang harus mengalami semua yang diceritakannya itu. Tapi, atas seizin Allah dimudahkan-Nya sahabat saya itu untuk menangkap dialog cinta dari Allah melalui segala yang dialaminya saat itu. Sahabat saya bilang, “Dari kejadian ini aku jadi belajar bahwa harta yang dicari mati-matian, rumah, uang, emas dan segala yang biasanya jadi kilau dunia itu bisa menjadi tidak penting bahkan hanya dalam hitungan detik saja. Mobil-mobil bisa melayang seperti perahu kertas, rumah bisa hancur, keluarga bisa meninggal, ah … semua harta yang kita kira paling berharga ternyata bisa diambilnya kapan saja. Dalam kondisi bencana seperti kemarin itu, justru kita tuh hanya bisa bergantung sama Allah saja.” Semua harta yang paling berharga ternyata bisa diambil-Nya kapan saja. Kalimat itu terus terngiang di kepala saya, membuat saya mengingat-ingat betapa berbeloknya fokus kita sebagai seorang manusia: mati-matian mencari yang tak dibawa mati. Disadari atau tidak, banyak hal membuat kita menjadi lupa pada apa yang sebenarnya akan menjadi bekal kehidupan setelah kematian. Jadi, apa yang menjadi harta yang paling berharga bagi kita? Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh. Bagaimana kabar hatimu, sister? Bagaimana kabar imanmu? Semoga seiring dengan semakin dekatnya kedatangan Ramadhan, hati kita semakin bersih dan iman kita semakin bertambah.
Sepekan kemarin saya sedang dalam proses membaca shirah shahabiyah yang walaupun isinya bercerita tentang keteladanan para sahabat wanita terdahulu, namun cerita tentang bagaimana Rasulullah SAW berjuang untuk mendakwahkan Islam tidak pernah gagal untuk membuat saya takjub dan semakin cinta pada beliau SAW. Jika bukan karena perjuangan beliau yang tanpa henti, tentu iman dan islam ini tidak akan sampai dan terasa oleh hati. Semoga Allah merahmati dan memuliakan Rasulullah dan para shahabat dan shahabiyah yang setia menyertainya. Aamiin.. Masih tentang bulan Rajab, saya sedang dibuat jatuh cinta oleh sebuah ayat yang bercerita tentang suatu peristiwa besar yang terjadi di bulan Rajab. Apakah itu? Ya, peristiwa Isra Mi'raj. Peristiwa dimana Rasulullah diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu naik ke Sidhratul Muntaha dan menerima perintah shalat 5 waktu. Semuanya dilakukan hanya dalam waktu semalam saja. "Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." -QS. Al-Israa (17) : 1 Melalui peristiwa Isra Mi'raj, Allah memperlihatkan kekuasaan dan kebesaran-Nya. Bagaimana tidak, jarak Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lebih dari 1000 km jauhnya dan dengan teknologi saat itu yang masih menggunakan unta untuk bepergian, sangat mustahil perjalanan tersebut dilakukan dalam waktu semalam. Apalagi sampai ke langit ketujuh. Tapi Allah menunjukkan kuasa-Nya bahwa yang mustahil bagi manusia, amat mudah bagi Allah. Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Pasti ada banyak berita dan cerita dalam keseharianmu sepekan kemarin. Good luck, untuk semua yang sedang kamu jalani, perjuangkan, dan menangkan. Satu yang menjadi pertanyaan: imanmu, masih aman, kan? Hmm, di surat kali ini, saya tidak ingin banyak basa-basi, tapi ingin mengajakmu memikirkan sesuatu yang lebih serius. Sadarkah kamu bahwa saat ini kita sebagai seorang perempuan sedang diperangi oleh perang-perang yang tak kasat mata? Dikutip dari Muhammad Hasan Abu Ahmad dalam pengantarnya untuk buku 35 Sirah Shahabiyah yang ditulis oleh Mahmud Al-Mishri, beliau menyampaikan bahwa musuh-musuh agama kita tahu dengan baik bahwa wanita muslimah merupakan salah satu unsur kekuatan masyarakat muslim. Oleh karena itu, mereka berusaha sekuat tenaga, sepanjang siang dan malam, untuk melumpuhkan pergerakannya. Wow! Ternyata, disadari atau tidak, kita sedang diperangi, ada yang sedang ingin melumpuhkan semangat kita. Mengerikan, bukan? Hal ini mengingatkan saya tentang nasehat dari para orangtua dan senior saat kuliah dulu tentang 3F yang perlu diwaspadai, yaitu food, fun dan fashion. Ternyata, saat ini ketiga hal tadi semakin bertambah menjadi 7F, yaitu food (makanan), fun (kesenangan), fashion(pakaian), film (tayangan), free thinking (kebebasan berpikir), free sex (seks bebas), danfriction (tindakan yang menyulut perpecahan). Sadarkah kamu bahwa hal-hal seperti inilah yang menjadi perang-perang tak kasat mata yang saat ini sedang menyerang kita?
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh, my sister of Deen!
Alhamdulillah hari ini sudah memasuki 11 Rajab, hari demi hari terus berlalu dan Ramadhan terasa semakin dekat. Apa perasaanmu saat ini? Kalau saya, excited sekaligus deg-degan bakal kedatangan Tamu Agung itu sebentar lagi. Semoga Allah memberkahi kita di bulan Rajab dan Sya'ban, dan menjadikan usia kita sampai pada bulan Ramadhan. Jangan lupa bersiap ya, sister! Mungkin kamu sudah tahu, tahun lalu, saya dan Novie sempat membuat seri tulisan di Instagram bertajuk #PersiapkanRamadhanmu yang kami tulis selama bulan Sya'ban. Kami berdua sepakat bahwa kedatangan Ramadhan memang perlu dipersiapkan sehingga project #PersiapkanRamadhanmu itupun dieksekusi. Ramadhan adalah bulan terbaik dimana kita bisa memanen pahala, meraih ampunannya dan akselerasi diri menuju takwa. Menjelang Ramadhan, saya melihat orang-orang semakin sibuk. Hari-hari menuju Ramadhan, banyak orang berkumpul untuk munggahan. Mereka yang memiliki bisnis, mulai berhitung dan mempersiapkan berbagai promo untuk meraih omset yang lebih besar di bulan Ramadhan. Bahkan, agenda buka bersama mungkin sudah terjadwal bahkan sebelum kita menjalani shaum di hari pertama Ramadhan. "Ah, santai lah. Ramadhan kan masih lebih dari sebulan. Ngapain sih siap-siap dari sekarang." Mungkin itu sempat terlintas di pikiranmu. Eits, jangan salah.. Dua minggu lalu, saya pergi ke sebuah supermarket yang cukup besar dan disana sudah terlihat gunungan kardus-kardus sirup maupun kue lebaran yang disusun sangat tinggi. Di pinggir jalan pun saya sering melihat info terkait tiket mudik lebaran yang bahkan sudah bisa dipesan sejak H-90. Wow! Supermarket dan layanan jasa mudik saja sudah bersiap sejak 2 bulan sebelum Ramadhan datang, kita sudah mempersiapkan apa ya? |
our letters |